Sabtu, 13 Desember 2014

Kode Kotak Scroll Bulan Ramadlan

Bulan Ramadlan :: Kode Kotak Scroll Bulan Ramadlan
<div style="background: #b0c4de; border: 1px solid #000000; height: 30px; overflow: auto; padding: 10px; width: 100%px;">
1<br />
2<br />
3<br />
4<br />
5<br />
6<br />
7<br />
</div>

Hasil Kotak Scroll Bulan Ramadlan:
Pertemuan Jokowi dan SBY bisa ubah peta politik nasional
Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait meyakini, pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa hari lalu dapat mengubah konstelasi politik nasional di Indonesia. Sebab, kata dia, Jokowi dan SBY adalah tokoh trendsetter yang sama-sama berpijak pada aspirasi rakyat.
"Dasar berpolitik ini juga kokoh sebab dibangun berdasarkan idealisme, bukan karena didasari pragmatisme, atau bagi-bagi kekuasaan dan bagi-bagi jabatan. Idealisme itu adalah menjaga kedaulatan rakyat melalui pilkada langsung," kata Maruarar kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/12).

Menurut Maruarar, antara Jokowi dan SBY secara bulat mendukung pemilihan kepala daerah langsung dipilih oleh rakyat. Sebab, substansi demokrasi sebetulnya ada di tangan rakyat.

Perubahan peta politik nasional khususnya mengenai sikap Perppu Pilkada langsung berubah setelah adanya pertemuan antara Jokowi dan SBY. Partai-partai politik mau tidak mau harus mendengarkan aspirasi rakyat jika ingin tetap mendapatkan simpati pada Pemilu 2019.

"Kehendak dan aspirasi rakyat ini tercermin dari berbagai survei, aksi demonstrasi dimana-mana dan juga penyataan-pernyataan para kepala daerah yang juga selama ini dipilih secara langsung," jelas Maruarar.

Teranyar, partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih yang awalnya mendukung Pilkada melalui DPRD berubah sikap. Seperti Partai Golkar, PAN, Gerindra dan lainnya.
Media Barat Puji Obama, Bungkam Soal Pelanggaran HAM AS
Sejumlah media internasional, terutama dari beberapa negara yang selama ini menjadi korban kecaman Barat, mengutuk tehnik interogasi brutal, yang dilakukan CIA terhadap para tersangka Al-Qaeda.

Dilansir dari BBC, Rabu, 10 Desember 2014, media di China, Rusia dan Iran, menyebut laporan yang mengungkap penyiksaan tahanan oleh CIA, membuat Washington tidak punya hak moral untuk mengecam pelanggaran HAM di negara lain.

"Mungkin pemerintah AS harus membersihkan halaman belakangnya dulu, dan menghormati hak negara lain untuk menyelesaikan persoalan mereka sendiri. AS bukan contoh yang baik, atau hakim yang layak untuk masalah HAM di negara lain," tulis kantor berita Xinhua.

"Laporan itu akan menjadi bukti kuat, yang mengungkap wajah buruk HAM AS, dan akan menjadi tekanan berat atas kredibilitas dan citra internasionalnya," tulis surat kabar Hong Kong, Ta Kung Pao. Kritik juga ditulis banyak media di Rusia.

Media Hong Kong juga menyindir Presiden AS Barack Obama dan Partai Demokrat. "Laporan ini akhirnya dirilis, terima kasih atas dukungan Obama, karena keinginannya menyerang Republik," tulis Ta Kung Pao.

Sementara hanya sedikit media Barat yang mengaitkan laporan CIA dengan pelanggaran HAM, berbeda saat media-media itu menyikapi persoalan di negara lain. Hal itu mempertegas sikap bias media-media Barat.

Media Jerman, Bild, bahkan membela Obama dalam laporannya. Dituliskan bahwa keputusan Obama (mengungkap laporan CIA), adalah simbol kebesaran negara. "Negara yang memutus dirinya dari kejahatan ini, layak mendapat penghormatan tertinggi," tulis Bild.

Hal senada juga dibuat Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ). "Publikasi skandal dan kesalahan adalah satu tonggak dasar demokrasi," tulis FAZ, yang salah satu mantan editornya pernah membuat pengakuan mengejutkan.

Udo Ulfkotte dalam bukunya, "Membeli Jurnalis," mengaku pernah menerbitkan karya yang dibuat agen-agen intelijen Jerman (BND) dan CIA. "Suatu hari BND datang ke kantor Saya Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ) di Frankfurt," ucapnya.

CIA memberinya artikel yang menyudutkan Libia dan Muammar Kadhafi, yang kemudian diterbitkan atas namanya. Isi artikel, kata Udo, adalah tentang Kadhafi berusaha membuat sebuah pabrik gas beracun rahasia.

Artikel propaganda hasil rekayasa itu kemudian tersebar ke seluruh dunia dua hari kemudian. Di dalam bukunya Udo menyatakan penyesalan dan merasa malu atas apa yang dilakukannya di masa lalu.

FAZ merupakan salah satu surat kabar terbesar di Jerman, sehingga artikel yang diterbitkannya dapat dengan mudah disebar dan diklaim sebagai laporan yang bernilai untuk menghancurkan citra Kadhafi, yang akhirnya dibunuh dalam gerakan pemberontakan Libia yang didukung Barat.

Udo menambahkan, dirinya menjadi jurnalis selama 25 tahun dan selama itu dididik untuk berbohong, untuk tidak mengatakan yang sebenarnya pada publik. Dia mengaku disuap oleh AS untuk tidak menyampaikan fakta yang sebenarnya.

"Saya diundang untuk melakukan perjalanan ke AS. Mereka membayari semua pengeluaran. Saya menjadi warga kehormatan di Oklahoma hanya karena Saya menulis artikel pro-Amerika. Saya disokong oleh CIA, membantu mereka dalam beberapa situasi dan Saya malu untuk itu," ujarnya.

Udo mengatakan banyak jurnalis lain yang terlibat dalam praktik itu. Sebagian besar jurnalis di negara-negara Barat, kata dia, mengklaim diri mereka sebagai jurnalis dan mungkin begitu. Tapi banyak dari mereka seperti dirinya, menjadi orang yang bekerja untuk agen intelijen.

Para jurnalis yang dipilih untuk itu biasanya berasal dari perusahaan media besar. Hubungan dengan agen intelijen bermula dari persahabatan. "Mereka memainkan ego anda. Membuat anda merasa sebagai orang yang penting. Lalu suatu hari mereka akan bertanya apakah anda mau membantu mereka," tutur Udo.

Sementara pengamat menduga, dibukanya sebagian kecil laporan tentang tehnik interogasi CIA, oleh kubu Demokrat di Senat Amerika Serikat (AS), hanya dilandasi kepentingan politik untuk menyerang rival mereka di Partai Republik.

Laporan yang dirilis Komite Intelijen Senat dari Demokrat, terjadi antara 2002-2007 dalam masa pemerintahan Republik, Presiden George W Bush. Saat ini Demokrat dalam tekanan, setelah kekalahan dalam pemilu sela.

Kubu Republik telah menguasai Senat dan DPR, serta merasa yakin dapat memenangkan pemilihan presiden pada 2016. Calon terkuat dari Republik adalah John Ellis "Jeb" Bush, yang merupakan adik George W Bush.

Sehingga banyak pengamat mencurigai adanya motif politik Demokrat, untuk menjatuhkan citra Republik melalui rilis laporan CIA, yang sebenarnya telah mulai terbongkar sejak hampir satu dekade lalu.


Baca juga:
Suara Adzan Berkumandang dari Gereja di Switzerland By Bulan Ramadlan
Tips Mengatur Pertahanan di Clash of Clans By Bulan Ramadlan

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Posting Baru Posting Lama ►